Dengan Normalisasi Sungai, Semarang Pupuskan Cap Langganan Banjir

SHARE

Semarang, Beritasatu.com – Bertahun-tahun tradisi banjir dan rob (banjir pasang air laut) selalu melekat pada Kota Semarang. Ibukota Jateng itu selalu mendapat cap tak sedap: daerah langganan banjir.

Karenanya tak heran jika dalam lirik lagu Keroncong bertajuk Jangkrik Genggong yang dipopulerkan Waljinah, diselipkan lirik: Semarang kaline banjir. Artinya, Semarang, sejak dulu identik dengan sungai yang meluap dan mengakibatkan banjir dimana-mana.

"Saya ingin menghilangkan 'Semarang kaline banjir' dalam lagu keroncong Jangkrik Genggong itu, yang seolah-olah sudah menjadi ikon Kota Semarang. Tetapi dengan adanya rekayasa sungai banjir kanal timur, banjir tak akan kemana-mana dan bisa teratasi," demikian ditegaskan Gubernur Jateng Ganjar Pranowo, saat ground breaking proyek normalisasi Kali Banjir Kanal Timur (BKT), 5 Januari 2018 silam.

Proyek normalisasi BKT itu sudah rampung pada akhir 2019 lalu, dan sukses mengatasi banjir dan rob yang selalu melanda Kota Semarang. Ya, boleh jadi, Ibu Kota Jateng itu bisa terbebas dari banjir dan rob yang parah setiap tahun, berkat proyek normalisasi sungai yang banyak mengalir di kota ini.

Proyek normalisasi yang didukung langsung Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kempupera) itu, nyatanya membawa dampak yang sangat signifikan untuk menjadikan Kota Semarang terbebas dari banjir dan rob parah setiap tahun. Proyek itu meliputi proyek Bendung Gerak Banjir Kanal Barat (BKB), normalisasi BKT dan normalisasi kali Tenggang dan Sringin.

Kepala Balai Besar Wilayah Sungai Pemali Juana Ruhban Ruzziyatno kepada Suara Pembaruan dan Beritasatu.com, Jumat (3/1/2020) mengungkapkan, Kempupera melalui Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Pemali Juana bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan Pemerintah Kota Semarang, sejak Desember 2016 melaksanakan sejumlah proyek pembangunan pengendali banjir di Kota Semarang. Proyek-proyek itu yakni normalisasi Kali Tenggang dan Sringin, normalisasi Kali Banjir Kanal Timur (BKT) dan pembangunan bendung gerak Kali Banjir Kanal Barat (BKB).

Untuk proyek normalisasi Kali Tenggang dan Sringin, dibagi dalam dua paket pekerjaan yakni Sistem Polder Sringin dan Tenggang. Pekerjaan Paket I mencakup pembuatan kolam retensi Banjardowo berkapasitas 30.000 m3, normalisasi serta perbaikan parapet Kali Sringin, pembangunan pintu muara dan Polder Kali Sringin dengan tanggul dari Kali Tenggang ke Sringin.

Polder Sringin tersebut dilengkapi dengan pompa berkapasitas 5 x 2 m3/detik yang dapat berfungsi memompa air rob kembali ke laut. Sementara itu, untuk pekerjaan Paket II berupa pembuatan kolam retensi Rusunawa Kaligawe berkapasitas 66.000 m3, pembangunan pintu muara dan Polder Tenggang di muara Kali Tenggang, dengan tanggul penahan di kawasan terminal dan industri Terboyo dan normalisasi serta perbaikan parapet Kali Tenggang.

Polder Tenggang dilengkapi pompa berkapasitas 6 x 2 m3/detik. Proyek normalisasi Kali Tenggang dan Sringin itu menelan dana Rp 475 miliar.

"Kota Semarang memiliki 5 polder untuk mengatasi banjir rob. Pada tahun 2016 lalu, sudah dirampungkan Polder Banger sehingga banjir dan rob di Pelabuhan Tanjung Emas Semarang hingga wilayah tengah Kota Semarang relatif bisa tertangani. Sedangkan untuk 2 Polder lainnya yakni Polder Tawang dan Polder Kali Semarang sudah beroperasi sejak 2014," ujar Ruhban.

Pembangunan bendung gerak/karet di sungai Banjir Kanal Barat (BKB), juga menjadi bagian infrastruktur pengendali banjir di Kota Semarang. Pada saat musim hujan, air yang masuk di Sungai BKB akan ditahan bendung tersebut. Saat ketinggian air mencapai elevasi 2,5 meter, maka air langsung didorong oleh karet bendungan ke hilir sungai dan masuk ke laut.

Sementara pada musim kemarau bendung karet sepanjang 155,5 meter tersebut juga berfungsi sebagai long storage yang dapat menampung sekitar 700.000 m3 air. Pengerjaan proyek pembangunan bendung karet BKB tersebut telah dilakukan sejak November 2017 lalu dan rampung akhir 2019, dengan biaya Rp158 miliar.

Nantinya Bendung Gerak BKB berfungsi sebagai penahan intrusi air laut dan menjaga debit air, serta penggelontoran (flushing) sedimen sungai untuk pengendalian banjir di wilayah barat Kota Semarang.

"Pada saat musim hujan, bendung ini akan berfungsi menahan aliran air sungai yang masuk KBB dan pada saat elevasi 2,5 meter, kemudian akan dialirkan ke laut. Sementara saat musim kemarau, bendung sepanjang 155,5 meter tersebut berfungsi sebagai penampungan air atau long storage berkapasitas 700.000 m3," tambah Ruhban.

Bendung ini memiliki 4 span pintu. Bangunan ini juga dilengkapi dengan rumah pompa dan rumah jaga untuk operasionalisasi bendung. Rampungnya pembangunan Bendung Gerak BKB, selain untuk pengendalian banjir juga akan menjadi kawasan wisata baru Kota Semarang.

"Tinggi muka air Banjir Kanal Barat dapat dikontrol sehingga bisa dimanfaatkan untuk wisata air maupun arena perlombaan seperti perlombaan perahu naga atau dayung. Ditambah lagi terintegrasi dengan pembangunan air mancur menari di Jembatan Sungai BKB yang dibangun Pemerintah Kota Semarang," tuturnya.

Untuk proyek normalisasi BKT, yang menelan dana hingga Rp 406 miliar, kata Rubhan, akan menanggulangi banjir dan rob di wilayah timur Kota Semarang.

Menurut Ruhban, pembangunan proyek-proyek infrastruktur pengendali banjir itu, nyatanya menuai hasil luar biasa. Dia menyebut contoh, musibah banjir rob yang kerap menimpa wilayah utara Kota Semarang.

Ruhban menilai, pembangunan infrastruktur tersebut sangat penting lantaran banjir rob telah mengakibatkan kerugian signifikan. Seperti menganggu mobilitas angkutan logistik di jalur utama Pantai Utara (Pantura) Jawa yakni ruas jalan Kaligawe-Genuk, terganggunya aktivitas angkutan umum di Terminal Terboyo, menurunnya produktivitas di kawasan industri Terboyo, sampai menggenangi permukiman penduduk.

"Sebelumnya, banjir rob hampir setiap hari terjadi bahkan pada musim kemarau. Saat ini sudah hampir tidak terjadi lagi sehingga lalu lintas di Jalan Kaligawe lebih lancar, Terminal Terboyo juga sudah tidak tergenang dan kawasan industri Terboyo juga sudah mulai bergerak kembali," tegasnya.

Ruhban menambahkan, proyek infrastruktur pengendali banjir dan rob di Kota Semarang itu terus dilanjutkan pada tahun ini. “Untuk proyek bending gerak BKB akan dilanjutkan dengan anggaran Rp 15 miliar, proyek BKT Rp 73 miliar, proyek Kali Tenggang dan Sringin Rp 10 miliar,’’ ujarnya.

Untuk proyek normalisaai BKT pada tahun 2020 ini, pengerjaan akan dilanjutkan dengan menggarap penataan di sepanjang bantaran sungai, menata garis sempadan sungai, pembuatan jalan inspeksi, serta memasang pagar pembatas dari jembatan Jalan Majapahit sampai Tambakrejo.

Pihaknya menargetkan normalisasi BKT harus selesai tuntas pada akhir Desember 2020 sehingga nantinya bisa memberikan solusi dalam menanggulangi bencana banjir yang sering melanda kawasan Semarang bagian timur.

Selain itu, dengan cakupan lahan bantaran yang lebih luas ketimbang Sungai Banjir Kanal Barat (BKB), keberadaan BKT nantinya bisa juga dimanfaatkan sebagai sarana wisata bagi masyarakat sekitar.

BBWS telah mendesain bantaran kali BKT untuk penanggulangan banjir sekaligus tempat penunjang wisata air dengan memberi fasilitas taman bermain, jogging track dan sejumlah fasilitas lainnya.

Namun, proyek-proyek infrstruktur pengendali banjir dan rob itu, diakui Rubhan, belum sepenuhnya mengatasi banjir dan rob di Kota Semarang. ‘’Hingga kini sedikitnya masih tersisa 17-19 persen wilayah yang masih digenangi banjir dan rob, di antaranya area belakang Masjid Jami Syeh Jumadil Kubro di Terboyo Kulon, arteri Jalan Yos Sudarso, dan area Jalan Kaligawe yang berbatasan dengan Sayung Demak. Itu masih ada genangan air akibat rob. Mudah-mudahan dengan tuntasnya proyek normalisasi BKT, pada 2021 mendatang kawasan tersebut dapat bebas dari bencana banjir dan rob,’’ tandasnya.

Walikota Semarang Hendrar Prihadi mengaku senang dan bersyukur dengan kondisi Kota Semarang saat ini. Menurutnya, proyek infrastruktur dari Kempupera yang didukung anggaran Kota Semarang dan Pemprov Jateng telah membantu membebaskan kota ini dari bencana banjir dan rob.

Kini, saat curah hujan tinggi yang berpotensi mengakibatkan banjir, Hendi mengaku, 49 rumah pompa siap dioperasikan untuk menyedot genangan air dan membuangnya ke laut. Selain itu, pihaknya juga menyiagakan truk penyedot air portable khusus menyedot genangan di Jalan kaligawe.

Ruhban Ruzziyatno menambahkan, tindakan antisipastif untuk mengatasi banjir, yakni dengan menurunkan elevasi atau ketinggian air yang ada di penampungan air rumah pompa. Seperti di rumah pompa Kali Tenggang dan Sringin, elevasinya diturunkan menjadi minus 0,02 meter dari permukaan normal.

"Secara umum, banjir besar sudah diantisipasi. Jika ada banjir karena curah hujan tinggi, bisa langsung disedot dengan pompa. Begitu pula jika banjir karena rob, maka ada sudah ada tanggul, sistemnya seperti itu,’’ tandas Ruhban.